A. Komponen Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Berdasarkan Peraturan BPKP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penilaian Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terintegrasi pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa Penyelenggaraan SPIP harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip–prinsip tata kelola yang mencakup peningkatan kapabilitas APIP, pengelolaan risiko, dan pengendalian korupsi sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Terintegrasi).
Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Manajemen Risiko Indeks (MRI), dan Indeks Efektifitas Pengendalian Korupsi (IEPK)
1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada PTN adalah penerapan SPIP (meliputi: Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan yang telah diselengarakan oleh PTN dalam mencapai tujuan pengendalian yang meliputi kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang–undangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
2. Manajemen Risiko Indeks (MRI)
Manajemen Risiko Indeks (MRI) pada PTN adalah indeks yang menggambarkan kualitas penerapan manajemen risiko di lingkup PTN yang diperoleh dari perhitungan parameter penilaian pengelolaan risiko. Pada model penilaian MRI, parameter penilaian dikelompokkan menjadi 8 (delapan) area dalam 3 (tiga) komponen utama yaitu:
a. Perencanaan
Penilaian atas komponen perencanaan dilakukan untuk menilai kualitas penetapan tujuan yang meliputi penilaian keselarasan, ketepatan indikator, kelayakan target kinerja sasaran strategis, program, dan kegiatan.
b. Kapabilitas
Penilaian atas komponen kapabilitas dilakukan terhadap area-area sebagai berikut:
1) Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan komitmen, pendekatan, dan dorongan pimpinan PTN terkait penerapan manajemen risiko;
2) Kebijakan manajemen risiko
Kebijakan manajemen risiko merupakan panduan bagi Unit Pengelola Risiko (UPR) dalam menerapkan manajemen risiko di lingkungan kerjanya;
3) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan dukungan dari sisi kesadaran, kompetensi, dan keterampilan terkait manajemen risiko;
4) Kemitraan
Kemitraan terkait dengan bagaimana PTN mengelola risiko yang berhubungan dengan mitra kerja;
5) Proses pengelolaan risiko
Proses pengelolaan risiko merupakan langkah yang dilakukan PTN dalam pengelolaan risiko.
c. Hasil
Komponen hasil menggambarkan hasil pengelolaan risiko dan pencapaian tujuan PTN. Penilaian atas komponen hasil terbagi ke dalam 2 (dua) area, sebagai berikut:
1) Aktivitas Penanganan Risiko
Merupakan implementasi penanganan risiko oleh PTN;
2) Outcome
Menunjukkan kontribusi penerapan manajemen risiko pada pencapaian tujuan PTN.
3. Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK)
IEPK adalah kerangka pengukuran atas kemajuan segala upaya pencegahan dan penanganan risiko korupsi di dalam organisasi.
Dimensi IEPK merupakan pengembangan dari Fraud Control Plan (FCP) yang merupakan kerangka pengelolaan risiko korupsi dalam organisasi. Dimensi dan indikator IEPK dikelompokkan dalam 3 (tiga) pilar, yaitu:
a. Pilar Kapabilitas Pengelolaan Risiko Korupsi
Kapabilitas pengelolaan risiko korupsi didefinisikan sebagai karakteristik organisasional yang mengindikasikan 2 (dua) dimensi kapabilitas yaitu kapasitas dan kompetensi organisasi untuk mengelola risiko korupsi.
 1) Kapasitas
mencakup semua aspek kebijakan formal antikorupsi, mulai dari pernyataan kebijakan dalam dokumen perencanaan, penetapan struktur, SOP antikorupsi, serta standar perilaku. Kapasitas juga ditampilkan oleh dukungan eksplisit sumber daya, baik keuangan, personel, maupun sarana dan prasarana.
2) Kompetensi
merujuk kepada gabungan pengetahuan, skill (keterampilan), dan pengalaman yang memampukan organisasi mengelola risiko korupsi secara efektif.
b. Pilar Penerapan Strategi Pencegahan
Penerapan strategi pencegahan didefinisikan sebagai satu–kesatuan proses yang menyeluruh pada semua aspek penerapan strategi pencegahan korupsi yang berfokus pada:
1) Efektivitas pencegahan dan deteksi dini yaitu menilai seberapa konsisten asesmen risiko korupsi dilakukan dan program pembelajaran antikorupsi telah meningkatkan kepedulian pegawai dan stakeholder dalam mencegah dan mendeteksi perilaku korupsi.
2) Menilai seberapa jauh budaya organisasi antikorupsi terbentuk yang tercermin oleh terwujudnya kepemimpinan etis, integritas, organisasional, dan iklim etis yang kondusif.
c. Pilar Penanganan Kejadian Korupsi
Pilar penanganan kejadian korupsi melihat efektivitas pengelolaan risiko korupsi melalui 2 (dua) hal, yaitu sistem respons dan peristiwa korupsi.
1) Efektivitas sistem respons digambarkan oleh seberapa konsisten langkah– langkah investigatif dilaksanakan atas setiap indikasi korupsi yang terdeteksi serta seberapa jauh pengenaan sanksi kepada pelaku, pemulihan kerugian, dan perbaikan sistem pengendalian dilakukan secara konsisten sebagai tindak lanjutnya;
2) Kejadian korupsi merupakan peristiwa aktual korupsi yang masih terjadi di dalam lingkungan unit kerja yang keberadaannya menjadi faktor pengurang efektivitas pengendalian korupsi organisasi.
B. Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
1. Ruang Lingkup Penilaian
Ruang lingkup penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:
a. Penetapan tujuan dilakukan atas dokumen perencanaan tahun berjalan;
b. Struktur dan proses dilakukan atas pengendalian yang dilaksanakan pada tahun berjalan; dan
c. Pencapaian tujuan dilakukan atas kinerja tahun sebelumnya.
2. Komponen Penilaian
Proses penilaian dilakukan untuk mengukur tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP yang berfokus pada 3 (tiga) komponen yaitu kualitas penetapan tujuan, penyelenggaraan struktur dan proses, serta pencapaian tujuan yang mencerminkan hasil dari penyelenggaraan SPIP.
a. Kualitas Penetapan Tujuan
Penilaian atas kualitas penetapan tujuan dilakukan untuk memastikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan telah sesuai mandat organisasi, berorientasi pada hasil, dan mempertimbangkan isu strategis.
Penilaian atas komponen penetapan tujuan dilakukan untuk menilai kualitas atas perencanaan kinerja, yaitu apakah sasaran strategis yang ditetapkan oleh PTN telah mempertimbangkan mandat, berorientasi pada hasil, mempertimbangkan isu strategis, serta telah selaras dan diturunkan kepada satker sesuai dengan mandatnya. Keselarasan ini dapat dilihat dari kesesuaian sasaran strategis dengan program dan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung sasaran strategis tersebut. Selain itu, dalam komponen ini dilakukan pengukuran juga terkait kualitas strategi perencanaannya.
b. Penyelenggaraan Struktur dan Proses
Penilaian atas struktur dan proses dilakukan terhadap 5 (lima) unsur pengendalian (Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan) yang kemudian dirinci menjadi 25 (dua puluh lima) subunsur pengendalian. Masing–masing subunsur tersebut memiliki parameter yang menunjukkan kualitas pengendalian intern, pengelolaan risiko, serta upaya pengendalian korupsi.
Penilaian atas struktur dan proses dilakukan untuk menilai kualitas struktur dan proses penyelenggaraan SPIP yang tercermin dari pemenuhan parameter subunsur SPIP. Pemenuhan parameter subunsur SPIP sekaligus merupakan pemenuhan parameter MRI dan IEPK
c. Pencapaian Tujuan
Penilaian atas pencapaian tujuan SPIP dilakukan untuk menilai pencapaian hasil penyelenggaraan SPIP pada PTN yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang– undangan.
1) Kegiatan yang efektif dan efisien
dinilai melalui capaian Output dan Outcome organisasi.
2) Keandalan pelaporan keuangan
dinilai melalui capaian opini atas laporan keuangan.
3) Pengamanan aset negara
dinilai melalui capaian keamanan administrasi, keamanan hukum, dan keamanan fisik terhadap aset.
4) Ketaatan terhadap peraturan perundang–undangan
dinilai melalui jumlah temuan ketidakpatuhan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan RI dan keterjadian kasus korupsi.
Gambar 1 Kerangka Penilaian SPIP Terintegrasi
Sumber : BPKP, 2022.
3. Pembobotan Penilaian Tingkat Maturitas SPIP Terintegrasi
Penentuan skor penilaian maturitas penyelenggaraan SPIP dilakukan dengan melakukan pembobotan penilaian atas SPIP, MRI, dan IEPK sebagai berikut:
Tabel 1. Bobot Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP
Komponen, Unsur, Dan Subunsur |
Bobot Unsur |
Bobot Komponen |
Penetapan Tujuan |
|
40 % |
Kualitas Sasaran Strategis |
50.00% |
|
Kualitas Strategi Pencapaian Sasaran Strategis |
50.00% |
|
Sub Jumlah Perencanaan |
100.00% |
|
Struktur Dan Proses |
|
30 % |
Lingkungan Pengendalian |
|
|
Penegakan Integritas Dan Nilai Etika (1.1) |
3.75% |
|
Komitmen Terhadap Kompetensi (1.2) |
3.75% |
|
Kepemimpinan Yang Kondusif (1.3) |
3.75% |
|
Pembentukan Struktur Organisasi Yang Sesuai Dengan Kebutuhan (1.4) |
3.75% |
|
Pendelegasian Wewenang Dan Tanggung Jawab Yang Tepat (1.5) |
3.75% |
|
Penyusunan Dan Penerapan Kebijakan Yang Sehat Tentang Pembinaan SDM (1.6) |
3.75% |
|
Perwujudan Peran APIP Yang Efektif (1.7) |
3.75% |
|
Hubungan Kerja Yang Baik Dengan Instansi Pemerintah Terkait (1.8) |
3.75% |
|
Penilaian Risiko |
|
|
Identifikasi Risiko (2.1) |
10% |
|
Analisis Risiko (2.2) |
10% |
|
Kegiatan Pengendalian |
|
|
Reviu Atas Kinerja Instansi Pemerintah (3.1) |
2.27% |
|
Pembinaan Sumber Daya Manusia (3.2) |
2.27% |
|
Pengendalian Atas Pengelolaan Sistem Informasi (3.3) |
2.27% |
|
Pengendalian Fisik Atas Aset (3.4) |
2.27% |
|
Penetapan Dan Reviu Atas Indikator Dan Ukuran Kinerja (3.5) |
2.27% |
|
Pemisahan Fungsi (3.6) |
2.27% |
|
Otorisasi Atas Transaksi Dan Kejadian Yang Penting (3.7) |
2.27% |
|
Pencatatan Yang Akurat Dan Tepat Waktu Atas Transaksi Dan Kejadian (3.8) |
2.27% |
|
Pembatasan Akses Atas Sumber Daya Dan Pencatatannya (3.9) |
2.27% |
|
Akuntabilitas Terhadap Sumber Daya Dan Pencatatannya (3.10) |
2.27% |
|
Dokumentasi Yang Baik Atas SPI Serta Transaksi Dan Kejadian Penting (3.11) |
2.27% |
|
Informasi Dan Komunikasi |
|
|
Informasi Yang Relevan (4.1) |
5% |
|
Komunikasi Yang Efektif (4.2) |
5% |
|
Pemantauan |
|
|
Pemantauan Berkelanjutan (5.1) |
7.50% |
|
Evaluasi Terpisah (5.2) |
7.50% |
|
Sub Jumlah Struktur Dan Proses |
100% |
|
Pencapaian Tujuan SPIP |
|
30% |
Efektifitas dan Efisiensi |
|
|
Capaian Outcome |
15% |
|
Capaian Output |
15% |
|
Keandalan Laporan Keuangan |
|
|
Opini LK |
25% |
|
Pengamanan Atas Aset |
|
|
Keamanan Administrasi |
10% |
|
Keamanan Fisik |
5% |
|
Keamanan Hukum |
10% |
|
Ketaataan Pada Peraturan |
|
|
Temuan Ketaatan BPK |
20% |
|
Sub Jumlah Hasil |
100% |
|
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
Tabel 2. Bobot Penilaian Indeks Penerapan Manajemen Risiko (MRI)
Area/Komponen |
Bobot Unsur |
Bobot Komponen |
Perencanaan |
|
40.00% |
Kualitas Perencanaan |
40.00% |
|
Kapabilitas |
|
30.00% |
Kepemimpinan |
5.00% |
|
Kebijakan Manajemen Risiko |
5.00% |
|
Sumber Daya Manusia |
5.00% |
|
Kemitraan |
2.50% |
|
Proses Manajemen Risiko |
12.50% |
|
Hasil |
|
30.00% |
Aktivitas Penanganan Risiko |
18.75% |
|
Outcomes |
11.25% |
|
Total |
100.00% |
100.00% |
|
|
|
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
Tabel 3. Bobot Penilaian Indeks Efektivitas Pencegahan Korupsi (IEPK)
Pilar |
Bobot Unsur |
Bobot Komponen |
Kapabilitas Pengelolaan Risiko Korupsi |
48% |
48% |
Kebijakan Antikorupsi |
9.60% |
|
Seperangkat Sistem Antikorupsi |
7.20% |
|
Dukungan Sumber Daya |
7.20% |
|
Power (Kuasa & Wewewang) |
14.40% |
|
Pembelajaran Antikorupsi |
9.60% |
|
Penerapan Strategi Pencegahan |
36% |
36% |
Asesmen Dan Mitigasi Risiko Korupsi |
9.00% |
|
Saluran Pelaporan Internal Yang Efektif Dan Kredibel |
3.60% |
|
Kepemimpinan Etis |
9.00% |
|
Integritas Organisasional |
7.20% |
|
Iklim Etis Prinsip |
7.20% |
|
Penanganan Kejadian Korupsi |
16% |
16% |
Investigasi |
8.00% |
|
Tindakan Korektif |
8.00% |
|
Total |
100% |
|
Sumber : BPKP, 2021 (diolah)
4. Penetapan Skor Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Penetapan skor maturitas SPIP menggunakan skor hasil dengan membuat rerata tertimbang dari skor validasi. Skor ini yang kemudian digunakan untuk menentukan tingkat maturitas SPIP.
Interval skor tingkat maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi adalah sebagai berikut.
Tabel 4 Interval Skor Tingkat Maturitas
No. |
Tingkat Maturitas |
Interval Skor |
1 |
Rintisan |
1,0 ≤ skor < 2,0 |
2 |
Berkembang |
2,0 ≤ skor < 3,0 |
3 |
Terdefinisi |
3,0 ≤ skor < 4,0 |
4 |
Terkelola Dan Terukur |
4,0 ≤ skor < 4,5 |
5 |
Optimum |
skor ≥ 4,5 |
Sumber : BPKP, 2021.
5. Karakteristik Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi
Karakteristik Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Karakteristik SPIP berdasarkan Tingkat Maturitas
Tingkat |
Karakteristik SPIP |
Rintisan (level 1) |
organisasi belum mampu mendefinisikan kinerja sesuai dengan mandat, tugas, dan fungsinya, serta belum dapat merumuskan indikator kinerja, target kinerja dan strategi pencapaian kinerjanya dengan baik |
Berkembang (level 2) |
organisasi telah mampu merumuskan kinerjanya dengan baik sesuai mandat, tugas dan fungsi organisasi, dan telah merumuskan indikator dan target kinerja yang berkualitas. Namun demikian, organisasi belum menyusun strategi pencapaian kinerja berupa program dan kegiatan yang efektif dalam upaya pencapaian target kinerja tersebut |
Terdefinisi (level 3) |
organisasi telah mampu mengelola kinerjanya dengan baik. Organisasi tersebut tidak hanya mampu merumuskan kinerja beserta indikator dan targetnya saja, tetapi juga telah mampu menyusun strategi pencapaian kinerja berupa program dan kegiatan yang efektif dalam upaya pencapaian target kinerja tersebut. |
Terkelola dan Terukur (level 4) |
organisasi telah memiliki pengelolaan kinerja yang baik, dengan pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian yang mampu memastikan efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Pengelolaan risiko korupsi telah berdampak pada terciptanya budaya organisasi antikorupsi. |
Optimum (level 5) |
organisasi telah memiliki pengelolaan kinerja yang baik. Sistem pengendalian yang dibangun telah berjalan dengan efektif dan mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan organisasi. Hal tersebut berdampak pada efektivitas dan efisiensi tugas dan fungsi organisasi, tidak adanya permasalahan dalam pelaporan keuangan dan pengelolaan aset, serta ketaatan seluruh bagian organisasi terhadap peraturan perundang–undangan |
Sumber : BPKP, 2021.