Dewasa ini, Indonesia masih dihadapkan pada berbagai fenomena terkait meningkatnya pengangguran terbuka dengan penyumbang terbesar berasal dari lulusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Kondisi ini dibebabkan antara lain masih lemahnya daya inovasi dan kompetitif sumber daya manusia Indonesia yang berada di usia produktif. Selain itu, keterbatasan akses pendidikan, kualitas tenaga pendidik, relevansi pendidikan, dan lemahnya tata kelola institusi penyelenggara pendidikan ikut berpengaruh terhadap kreativitas, kualitas, daya saing dan kemampuan inovasi lulusan untuk masuk dan bersaing dalam dunia kerja. Hal ini didukung dengan Laporan Kinerja Kemenristekdikti tahun 2019, dimana Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2015 – 2019 pada Rencana Strategis Meningkatnya relevansi, kuantitas dan kualitas Pendidikan Tinggi masih jauh dari yang diharapkan. Dari target 50,6 persen pada tahun 2019 hanya tercapai sebesar 41,95 persen atau 82,90 persen dari target. (Kemenristekdikti, 2019)
Berdasarkan Berita Resmi Statistik No.86/11/Th. XXIII tanggal 05 November 2020, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 9.767.754 orang dari 138.221.938 orang angkatan kerja atau sebesar 7,1 persen, angka pengangguran tersebut naik tajam dari tahun 2019 yaitu sebesar 7.045.761 orang dari 133.560.880 orang angkatan kerja atau 5,3 persen. Penganguran terbuka pada tahun 2020 terdiri dari 7,35 persen lulusan Universitas, 8,08 persen lulusan Diploma, 13,35 persen dari lulusan SMK, 9,86 persen dari lulusan SMA, 6,46 persen dari lulusan SMP dan 3,61 persen dari lulusan SD ke bawah (BPS, 2020).
Gambar 1. Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia 2018 – 2020
sumber : BPS, 2020
Indikator yang digunakan untuk mengukur daya saing suatu negara di dunia adalah berdasarkan Indeks Inovasi dan Indeks Kompetitif. Berdasarkan Global Innovation Index (GII) tahun 2018 hingga tahun 2020 yang dipublikasikan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), peringkat inovasi negara Indonesia belum menunjukan kondisi yang menggembirakan. Berdasar peringkat GII tersebut, Indonesia hanya menempati peringkat 85 (delapan puluh lima) tingkat dunia dan pada tingkat ASEAN berada pada urutan 7 (tujuh) di bawah Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Philipina dan Brunei. Indonesia hanya punya peringkat lebih tinggi dari negara Kamboja dan Myanmar. Meskipun stagnan pada peringkat 85 (delapan puluh lima) sejak tahun 2018 sd 2020, namun dari capaian skor nilai cenderung mengalami penurunan, yaitu 29,80 pada tahun 2018 turun menjadi 29,72 pada tahun 2019 dan 26,49 pada tahun 2020.
Berdasarkan Global Competitiveness Report (GCR) tahun 2017 hingga tahun 2019 yang dipublikasikan oleh World Economic Forum (WEF), pada tingkat dunia Indonesia hanya menempati peringkat 50 (lima puluh). Sedangkan pada tingkat ASEAN, Indonesia hanya berada pada urutan keempat di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Hal yang sedikit melegakan adalah capaian Indonesia mempunyai trend kenaikan peringkat sejak tahun 2017, yaitu peringkat 41 (empat puluh satu) pada tahun 2017 naik menjadi peringkat 45 (empat puluh lima) pada tahun 2018 dan peringkat 50 (lima puluh) pada tahun 2019.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa perguruan tinggi mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di dunia. Peningkatan daya saing bangsa Indonesia hanya dapat dicapai dengan adanya inovasi dan kualitas sumber daya manusia serta kualitas lembaga penyelenggara pendidian tinggi di Indonesia. Hal ini seiring dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Indonesia fokus pada dua isu, yakni tenaga kerja dan pendidikan. Pengembangan pendidikan tinggi diamanatkan melalui Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Terdapat tiga sasaran pengembangan, yaitu: 1) Meningkatnya kualitas pembelajaran dan relevansi pendidikan tinggi; 2) Meningkatnya kualitas dosen dan tenaga kependidikan; dan 3) Terwujudnya tata kelola Ditjen Pendidikan Tinggi yang berkualitas (Dikti, 2020).
Sesuai dengan Permendikbud nomor 45 tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan tinggi. Pengejawantahan tanggung jawab tersebut diantaranya adalah dengan diterbitkannya kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Implementasi kebijakan tersebut dituangkan dalam Permendikbud Nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 754/P/2020 tentang Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri (IKU-PTN) dan Lembaga Layanan Pendidikan Tingi (LLDIKTI). Setiap institusi diwajibkan untuk melakukan transformasi pendidikan tinggi yang sejalan dan harmonis dengan 8 (delapan) IKU yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan kualitas lulusan, kualitas dosen, dan kualitas kurikulum. Delapan IKU tersebut adalah : 1) Lulusan mendapat pekerjaan yang layak; 2) Mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus; 3) Dosen berkegiatan di luar kampus; 4) Praktisi mengajar di dalam kampus; 5) Hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat; 6) Program studi bekerjasama dengan mitra kelas dunia; 7) Kelas yang kolaboratif dan partisipatif; dan 8) Program studi berstandar internasional (Dikti, 2020).
Gambar 2. IKU PTN
Sumber : Dikti, 2021
Indikator 8 IKU PTN
A. Kualitas lulusan (2 indikator)
- Persentase lulusan yang lulus setahun terakhir dan pernah bekerja selama 0-6 bulan dengan penghasilan >1,2 UMR, melanjutkan studi, dan/atau menjadi wiraswasta.
- Persentase lulusan Program Sarjana/Sarjana Terapan setahun terakhir yang menghabiskan paling tidak 1 semester di luar kampus
B. Kualitas dosen (3 indikator)
- Persentase Dosen tetap yang melaksanakan kegiatan tridharma di kampus lain, berkolaborasi dengan QS500 dan/atau bekerja sebagai praktisi minimum 6 bulan selama 5 tahun terakhir (bersifat kumulatif).
- Persentase Dosen tetap berkualifikasi S3, memiliki Sertifikasi Kompetensi yg diakui Industri & Dunia Kerja, dan/atau berasal dari kalangan praktisi profesional atau industri.
- Jumlah hasil riset/prototype/karya seni dan/atau pengabdian kepada masyarakat per dosen yang dipublikasikan secara internasional dan/atau digunakan oleh industri/masyarakat/kebijakan
C. Kualitas kurikulum dan pembelajaran (3 indikator)
- Presentase prodi yang melaksanakan kerjasama dengan mitra.
- Persentase mata kuliah yang 15% kegiatan pengajaran atau evaluasi/penilaian dilakukan oleh pakar/praktisi dari luar (profesional atau pelaku industri).
- Persentase prodi yang memiliki akreditasi dan/atau sertifikasi internasional yang diakui pemerintah
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang dituangkan ke dalam 8 (delapan) IKU PTN tersebut sejalan dengan Renstra Kemendikbud Tahun 2020-2024 yang menyatakan bahwa salah satu sasaran Program Pendidikan Tinggi diantaranya adalah meningkatnya kualitas pembelajaran dan relevansi pendidikan tinggi, dengan indikator kinerja program berupa meningkatnya jumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang masuk dalam top 500 Perguruan Tingi terbaik di dunia atau World Class University (WCU). Pemeringkatan perguruan tinggi terbaik di dunia ini didasarkan oleh beberapa lembaga pemeringkatan universitas dunia yang merilis dan mempublikasikan tahunan peringkat dari ribuan universitas di dunia, antara lain Quacquarelli Symonds World University Ranking (QS WUR), Times Higher Education (THE), dan Shanghai Jiao Tong Ranking (SJT). Indikator pemeringkatan perguruan tinggi dunia yang dilakukan oleh QS WUR terdiri dari 6 (enam) indikator penilaian, yaitu: 1) Academic Reputation; 2) Employer Reputation; 3) Faculty Student Ratio; 4) Citation per Faculty; 5) International Faculty; dan 6) International Student (QS Intelligent Unit, 2021).
Berdasar hasil pemeringkatan perguruan tinggi dunia yang dipublikasi oleh QS WUR pada tahun 2021, Indonesia hanya berhasil menempatkan 3 (tiga) perguruan tinggi yang masuk Top 500 dan hanya 8 (delapan) perguruan tinggi yang masuk dalam Top 1000 pada tahun 2020. Meskipun beberapa perguruan tinggi mengalami kenaikan peringkat di tingkat dunia, namun hal ini masih belum cukup menggembirakan karena belum tercapainya target 5 (lima) PTN masuk dalam Top 500 dunia.
Transformasi pendidikan tinggi yang telah dilakukan juga belum berdampak signifikan terhadap peningkatan Indeks Pendidikan Tinggi. Berdasarkan Laporan Kinerja Kemeristekdikti tahun 2019, capaian Indikator Kinerja Angka Partisipasi Pasar (APK) Pendidikan Tinggi tahun 2015 – 2019 hanya tercapai sebesar 35,69 persen atau hanya 97,40 persen dari target rencana 36,70 persen. Kondisi ini juga dibarengi dengan belum adanya peningkatan mutu/kualitas lembaga/institusi perguruan tinggi, hal ini tergambar dari prosentase capaian akreditasi perguruan tinggi tahun 2019, dari 2,526 perguruan tinggi (PTN dan PTS) hanya sebanyak 96 perguruan tinggi atau sebesar 3,8 persen perguruan tinggi yang mencapai nilai akreditasi A, sisanya perguruan tinggi yang berakreditasi B sebanyak 902 institusi (35,71 persen) dan berakreditasi C sebanyak 1.528 institusi atau sebesar 60,49 persen. Kondisi ini disebabkan antara lain oleh adanya implementasi sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi yang belum optimal, dan keterbatasan sumber dana dalam memenuhi standar operasional penyelenggaraan perguruan tinggi (Kemenristekdikti, 2019).
Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi merupakan bagian penting dari rencana strategis yang berfungsi sebagai parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu perguruan tinggi baik secara nasional maupun internasional. Dengan semakin meningkatnya persaingan antar universitas, setiap perguruan tinggi harus mampu menunjukan daya saing baik nasional maupun internasional, diantaranya dengan menjadi World Class University (WCU). Efektifitas pelaksanaan kegiatan yang mendukung pencapaian target indikator 8 (delapan) IKU pada PTN diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan lemahnya inovasi, kreativitas untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pencapaian target IKU PTN sekaligus target pencapaian WCU. Untuk itu perlu dilakukan harmonisasi antara indikator pada 8 (delapan) IKU PTN dengan Indikator yang digunakan sebagai penilaian WCU (Pratiwi, Purwanggono, & Bachtiar, 2017).
Daftar Pustaka
- BPS, 2020, Berita Resmi Statistik No.86/11/Th. XXIII tanggal 05 November 2020.
- D. A. Pratiwi, B. Purwanggono, dan A. Bakhtiar, 2017, Harmonisasi Indikator Kinerja Undip (IKU) Dengan Kriteria World Class University Qs World Rankings,” Industrial Engineering Online Journal, Vol. 6, No. 1, Jan. 2017.
- https://www.topuniversities.com/university-rankings/world-university-rankings/2021
- Kemenristekdikti, 2018, Laporan Kinerja Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2018.
- Kemenristekdikti, 2019, Laporan Kinerja Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2019.
- Republik Indonesia, 2020, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 754/P/2020 tentang Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Republik Indonesia, 2020, Permendikbud Nomor 45 tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Republik Indonesia, 2020, Permendikbud Nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
- Republik Indonesia, 2020, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.
- Republik Indonesia, 2012, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
- WIPO, 2020, Global Innovation Index Rankings.
- WEF, 2019, Global Competitiveness Report.